Dampak pandemi flu burung bisa berakibat buruk dan menimbulkan kerugian secara ekonomi, sosial, politik, dan bahkan jiwa. Diperlukan penanganan serius sebagaimana yang telah dilakukan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) dan berkoordinasi dengan negara yang terkena pandemi flu burung, termasuk Indonesia. Menurut catatan Deptan, terdapat 4.7 juta ekor unggas yang mati akibat virus flu burung (avian influenza) dengan total kerugian mencapai 7.7 triliun pada awal kasus flu burung tahun 2003.
Kerugian ini di antaranya disebabkan tingginya kematian unggas, harga jual yang jauh di bawah biaya produksi, menurunnya permintaan produk unggas secara drastis, terganggunya perdagangan produk unggas, hingga banyaknya perusahaan perunggasan yang gulung tikar. Virus flu burung, selain menular kepada unggas lainnya, ia juga mampu bermutasi sehingga dapat menular kepada manusia. Karenanya, setiap anggota masyarakat harus mengerti dengan baik tentang virus flu burung dan penanganannya agar tidak salah tafsir dan tidak mudah tertular.
Mekanisme penyebaran dan penularan flu burung melalui beragam cara. Pertama, unggas sehat terkena cairan atau lendir yang berasal dari hidung, mulut, dan mata unggas yang terserang flu burung. Kedua, terjadi kontak langsung antara unggas sehat dengan unggas yang terserang flu burung. Ketiga, kotoran unggas yang terserang flu burung mengering, jika debunya terisap unggas atau manusia akan menulari unggas dan manusia yang sehat. Keempat, melalui udara, bersin, atau percikan cairan atau lendir. Kelima, melalui air, manusia, hewan, atau peralatan yang terkontaminasi virus flu burung.
Pintu-pintu penularan dan penyebaran virus flu burung tadi dapat dilakukan pencegahan dan penanganan secara efektif. Bagi peternakan skala besar, diwajibkan menerapkan lima prinsip sebagaimana yang dikeluarkan oleh Deptan tentang pedoman, pengendalian, dan pemberantasan penyakit flu burung. Yaitu meliputi pencegahan kontak dengan hewan yang terinfeksi, melakukan disinfeksi, vaksinasi unggas, menghilangkan sumber penularan virus, dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang flu burung.
Prinsip-prinsip tadi kemudian dilanjutkan dengan sembilan langkah strategis guna memperoleh hasil tuntas, mulai dari meningkatkan biosekuriti, melakukan pemusnahan terbatas (depopulasi) atau menyeluruh (stamping out), mengendalikan lalu lintas unggas; produk unggas; dan limbah unggas, melakukan surveillance dan penelusuran (tracking back), mengisi kandang kembali (restocking), hingga melakukan monitoring dan evaluasi.
Terkait dengan pencegahan dan penanganan flu burung ini, dua orang dokter hewan, yaitu Drh. Iswandari dan Drh. Agustin Polana bersama seorang ahli peternakan. Ir. Roni Fadhilah, SE. menulis buku “Mencegah & Mengendalikan Flu Burung pada Itik & Ayam”. Buku ini akan membantu Anda untuk memahami secara mendalam tentang virus ganas flu burung (H5N1) yang menyerang unggas dan manusia.
Secara jelas dan bernas, buku terbitan AgroMedia Pustaka ini membahas secara lengkap mulai dari pengenalan flu burung, penyebarannya, perkembangan virus H5N1, kronologi flu burung di Indonesia, sudi kasus, kerugian akibat flu burung, jenis unggas yang bisa diserang flu burung, cara penularan dan penyebarannya, evolusi virus, ciri unggas dan manusia yang tertular, produk aman dari virus flu burung, pembagian daerah penyebaran, hingga pencegahan dan pengendaliannya pada skala umum dan skala peternakan besar sekaligus pada manusia.