Puluhan orang dengan kaos berlogo Indonesia Berkebun memadati Function Room Lantai 2 Gramedia Matraman, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 14 Maret 2015 lalu. Satu di antaranya, yang belakangan diketahui bernama Ida Amal dari Akademi Berkebun, begitu aktif menyapa siapa pun yang datang ke ruangan tersebut sambil tersenyum ramah.
Puluhan orang dengan kaos berlogo Indonesia Berkebun memadati Function Room Lantai 2 Gramedia Matraman, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 14 Maret 2015 lalu. Satu di antaranya, yang belakangan diketahui bernama Ida Amal dari Akademi Berkebun, begitu aktif menyapa siapa pun yang datang ke ruangan tersebut sambil tersenyum ramah.
Ya, Ida menjadi salah satu pembicara dalam acara talkshow dan launching buku Urban Farming Ala Indonesia Berkebun yang dimulai sejak pukul 15.30 wib. Bersama Ida hadir pula Sigit Kusumawijaya—salah satu co-inisiator @IDberkebun, Asep Kambali—sejarawan dan pendiri Komunitas Historia Indonesia (KHI), dan Sita Pujianto—pakar green smoothies.
Acara yang dimoderatori oleh Shafiq Pontoh—salah satu co-inisiator @Idberkebun—ini dimulai dengan penjelasan tentang @IDberkebun dengan urban farming-nya oleh Sigit. Indonesia Berkebun sendiri merupakan komunitas yang bergerak melalui jejaring media sosial—twitter, facebook, blog, maupun website—dengan tujuan untuk menyebarkan semangat positif untuk lebih peduli kepada lingkungan dan perkotaan melalui urban farming.
Dalam sambutannya, Sigit menyebutkan ide awal terbentuknya Indonesia Berkebun tidak lepas dari peran serta seorang Ridwan Kamil—inisiator Indonesia Berkebun & Walikota Bandung.
Talkshow Urban Farming, Urban Style
Memasuki acara talkshow dengan tema Urban Farming, Urban Style: Berkebun untuk Keluarga yang Sehat dan Mandiri Pangan, suasana seru pun makin terlihat. Pada sesi ini, Ida Amal mengawali talkshow dengan memperkenalkan Akademi Berkebun—sebuah wadah edukasi tentang berkebun sayuran organik. Selain itu, Ida juga memperkenalkan konsep 3E.
Pertama, ekologi—mengembalikan kesuburan tanah dengan cara memanfaatkan lahan “nganggur” atau tidak produktif. Kedua, edukasi—memberikan pendidikan ke anak-anak dan teman-temannya untuk cinta lingkungan. Dan ketiga, ekonomi—selain untuk dikonsumsi sendiri, sayuran yang ditanam juga bisa dijual, sehingga kita mampu menciptakan ketahanan pangan.
Dengan penuh semangat, Ida mengajak para pengunjung untuk mulai menanam sayuran organik dari halaman rumah.
Pembahasan pun dilanjutkan dengan sharing tentang sejarah urban farming itu sendiri yang dibawakan secara apik oleh Asep Kambali dan pengalaman berkebun serta manfaat yang didapatkan oleh Sita Pujianto.
Tak terasa waktu begitu cepat bergulir. Talkshow yang begitu seru sudah harus berakhir. Diiringi dengan riuhnya tepuk tangan, Shafiq pun mengajak pengunjung untuk menyaksikan penyerahan buku Urban Farming Ala Indonesia Berkebun dari Agromedia Pustaka kepada Indonesia Berkebun. Dengan penyerahan secara simbolis ini menandakan bahwa buku Urban Farming Ala Indonesia Berkebun resmi beredar di toko-toko buku.
Keramaian acara ini tak berhenti sampai di situ saja. Pasca-launching, anggota Indonesia Berkebun yang datang dari berbagai penjuru daerah—Depok, Bekasi, Bogor, hingga Bali—menyempatkan diri untuk berfoto bersama dan sebagian dari mereka ikut melakukan penandatanganan plakat buku Urban Farming Ala Indonesia Berkebun.
Semangat berkebun!