Prospek bisnis peternakan di Indonesia sangat cerah. Pasalnya, permintaan pasar terhadap daging dari tahun ke tahun semakin meningkat. Sementara kemampuan produksi peternakan masih di bawah angka kebutuhan domestik sehingga harus dibantu oleh ternak impor. Pemerintah juga telah memberikan banyak dukungan untuk pengembangan peternakan agar bisa tercapai swasembada daging dan menambah lapangan kerja untuk kesejahteraan masyarakat.
Namun masalahnya, prospek ini tidak sebanding dengan teknologi peternakan yang dimiliki para peternak dalam negeri. Misalnya, dalam hal pengadaan pakan yang kian hari semakin sulit karena berkurangnya lahan hijauan sebagai sumber pakan utama ternak ruminansia. Pengembangan hijauan pakan ternak (HPT) hanya memungkinkan dilaksanakan di daerah-daerah yang masih jarang penduduknya atau di kawasan lahan marginal, seperti di NTT dan NTB. Sedangkan di daerah lainnya, pengembangan HPT harus berkompetensi dengan pengembangan tanaman ekonomi lainnya, seperti kebutuhan pangan dan biofuel.
Oleh sebab itu, diperlukan sebuah alternatif tepat untuk membuat teknologi pakan secara efisien dan menghasilkan nilai gizi lebih tinggi. Teknologi ini dengan memanfaatkan berbagai limbah pertanian tanaman pangan, baik dari areal persawahan maupun perkebunan. Potensinya sangat besar dan lebih beragam. Misalnya, pemanfaatan jerami padi, jerami jagung, kopi, kakao, bungkil kelapa, dan bungkil kelapa sawit.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa melalui sentuhan teknologi maju, limbah-limbah tersebut dapat ditingkatkan nilai gizi dan nilai cernanya. Teknologi ini menerapkan sistem fermentasi terhadap bahan baku pakan dari limbah perkebunan. Contohnya, pada limbah kopi, terjadi peningkatan kandungan protein dari rata-rata 5—6% menjadi 11—13%. Sementara kandungan protein cangkang kakao dari 6—7% meningkat menjadi 16—17%. Lebih tinggi lagi ialah peningkatan nilai gizi limbah mete, dari kandungan protein 6—7% dapat meningkat hingga 21—22%.
Proses fermentasi limbah dibantu oleh jamur Aspergillus niger, sejenis jamur mikroskopis yang memiliki kemampuan efektif untuk memecah senyawa kompleks. Jamur ini dapat dibiakkan di media cair. Sebelum digunakan dalam proses fermentasi, bibit Aspergillus niger perlu diaktifasi terlebih dahulu sekaligus direproduksi melalui tahapan peramuan dalam sebuah wadah. Setelah diaerasi sekitar 30 jam, baru dapat diaplikasikan ke bahan baku limbah tertentu.
Untuk proses lengkapnya, Anda bisa mengintipnya secara mudah di dalam buku Meramu Pakan Ternak dari Limbah Perkebunan terbitan AgroMedia Pustaka. Di dalam buku ini, akan dijelaskan secara bertahap dan menyeluruh tentang pembuatan pakan ternak dari berbagai limbah perkebunan secara organik atau melalui proses fermentasi sehingga bisa meningkatkan kualitas gizi dan daya cernanya.
Buku ini disusun oleh Suprio Guntoro, seorang sarjana pertanian yang telah lama mengabdikan diri dalam pengembangan dan pengkajian teknologi pertanian dan peternakan. Selama 14 tahun sebagai peneliti, penulis telah berhasil menemukan beberapa teknologi baru, seperti probiotik (Bio-CAS), teknik pengolahan sampah organik untuk pakan, dan formula enzim “philazim” untuk ternak monogastrik. Dan, buku ini juga merupakan hasil dari penelitiannya dalam rentang waktu tahun 2001 hingga 2006.