Hutan rakyat merupakan hutan yang dikembangkan di lahan milik masyarakat dan berperan cukup penting dalam memenuhi kebutuhan kayu nasional. Jenis tanaman hutan yang sedang populer untuk dibudidayakan di antaranya jati, mahoni, suren, sengon, meranti, jati putih, dan kayu afrika.
Pemilihan jenis tanaman hutan yang tepat merupakan Iangkah awal dalam teknik pembudidayaannya. Pemilihan jenis tersebut harus memperhatikan kondisi lokasi yang akan ditanami sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Selain itu, penentuan jenis tanaman hutan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan, yakni produktivitas tinggi, bernilai ekonomi tinggi, memiliki sebaran alami yang luas, memiliki variasi genetik yang besar, dapat dibiakkan dengan mudah (generatif atau vegetatif), teknik budi daya mudah dikuasai, serta tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
Selain sengon dan jati, tanaman hutan yang populer dibudidayakan di Indonesia adalah mahoni. Mahoni termasuk kayu mewah (fancy wood) dan banyak disukai oleh konsumen karena memunyai corak kayu yang indah. Fisik kayunya tergolong kuat dan awet. Penggunaan kayu mahoni sudah bersifat umum dan digunakan secara luas. Kayu mahoni digunakan untuk keperluan mebel atau furniture, seperti perkakas rumah tangga dan kusen. Di Amerika dan Eropa, kayu mahoni dihargai hampir sama dengan kayu jati.
Tingginya kebutuhan bahan baku industri perkayuan nasional merupakan salah satu alasan investasi budi daya tanaman hutan sangat potensial. Kebutuhan bahan baku industri perkayuan nasional setiap tahunnya mencapai 72 juta m³ dengan rincian sebagai berikut.
1. Industri sawmill (penggergajian) sebanyak 30 juta m³.
2. Industri kayu lapis sebanyak 18 juta m³.
3. Industri pulp dan kertas sebanyak 17–25 juta m³.
Meningkatnya kebutuhan kayu memengaruhi harga kayu rakyat. Contohnya, di daerah Jawa Barat, pertumbuhan jumlah unit usaha penggergajian rata-rata 20% per tahun. Pertumbuhan itu tidak diikuti oleh pertumbuhan hutan rakyat. Akibatnya, banyak pengusaha penggergajian semakin aktif membeli kayu dari masyarakat (kayu rakyat) untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kayu. Hal tersebut menyebabkan perubahan perilaku pasar yang awalnya untuk menjual kayu harus mendatangi perusahaan penggergajian.
Saat ini, pengusaha penggergajian yang mendatangi pemilik atau penjual kayu. Perubahan perilaku pasar ini menyebabkan kenaikan harga jual kayu. Misalnya, harga kayu sengon atau albasia yang sebelumnya hanya Rp 800.000/m³ dari kebun, menjadi Rp 1.100.000—Rp 1.200.000/m³. Selain itu, harga jual kayu mahoni dari Rp 1.500.000—Rp 1.600.000/m³ menjadi Rp 2.000.000/m³.
Berdasarkan kondisi tersebut, prospek bisnis berinvestasi tanaman hutan penghasil kayu merupakan peluang yang sangat baik untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup.
Buku “7 Jenis Kayu Penghasil Rupiah” karya Dadan Mulayana, S.Hut., M.Si & Ceng Asmarahman, S.Hut., M.Si ini akan mengajarkan kepada Anda bagaimana berinvestasi tanah dan hasil kayu hutan dengan memberikan hasil hingga 6 kali lipat dengan modal awal yang tidak terlalu besar.
Di dalam buku terbitan AgroMedia Pustaka ini berisi pembahasan seputar prospek investasi budi daya tanaman hutan, ciri fisik, syarat tumbuh, pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan 7 jenis kayu hutan yang populer banyak dipasarkan. Selain itu, dijelaskan pula seputar pemanenan dan pemasarannya. Analisis usaha atau simulasi biaya investasi yang kami sertakan dalam buku ini bisa menjadi referensi Anda dalam memulai bisnis kayu hutan ini sehingga Anda bisa menghitung rincian kecukupan biaya yang dimiliki.