Sebuah hubungan yang sehat bisa dinilai dengan adanya rasa nyaman dan aman secara fisik dan emosional. Dengan adanya rasa nyaman tersebut, seseorang akan lebih terbuka dan jujur, terutama dengan pasangannya. Rasa nyaman dan aman biasanya didapatkan karena adanya kesetaraan dan saling menghargai (respect) satu sama lain.
Begitu pula sebaliknya, saat sebuah hubungan terasa tidak sehat. Saat tidak ada kesetaraan, yang lebih kuat akan mendominasi dan tidak memiliki rasa respect. Hal ini yang menyebabkan munculnya berbagai keluhan terhadap pasangan masing-masing. Hal ini pun bisa berdampak pada pola pengasuhan terhadap anak.
Hubungan yang tidak sehat pada pasangan, seperti orangtua, bisa terjadi akibat hal-hal yang perlu direnungi dengan cara mengenali kembali diri sendiri. Bagi orangtua, salah satu penyebab hubungan yang tidak sehat bisa akibat beban emosi atau luka yang terjadi pada masa lalu, mungkin saat kecil, remaja, atau menjelang dewasa tanpa disadari ternyata membawa dampak dalam hubungan dengan pasangan dan pengasuhan anak-anak. Cepat atau lambat luka lama itu akan muncul kembali ketika mereka (baca: orangtua) berada dalam ikatan pernikahan dan pengasuhan anak.
Walaupun luka psikis itu sudah diabaikan dan dilupakan, alam bawah sadar tetap menyimpan di dalam memori jangka panjang. Sewaktu-waktu luka tersebut akan muncul dan mengganggu relationship dan pola pengasuhan anak-anak. Luka psikis itu bisa berupa trauma, luka batin, atau hal-hal yang berkaitan dengan mental dan kejiwaan seseorang.
Bagaimana menandai kehidupan dengan pasangan dan anak bermasalah? Pertanyaan ini bisa dijawab oleh Anda sendiri. Dampaknya bisa dari sisi psikologis Anda sebagai orangtua atau bagaimana cara Anda menyelesaikan permasalah dengan pasangan dan anak-anak yang sedang Anda asuh.
Dalam buku Re-Parenting Journey, salah satu wawancara penulis dengan Rani Anggraeni Dewi, salah satu narasumber, membahas pentingnya memberikan contoh hubungan baik antara ayah dan ibu. “Betapa ayah dan ibu adalah sekolah pertama dan utama bagi anak-anak dalam belajar menjalin hubungan yang sehat. Mereka akan menjadi contoh bagi anak-anaknya dalam membangun sebuah keluarga baru.”
Re-Parenting Journey
Apa itu Re-Parenting Journey?
Metode “mengasuh ulang diri sendiri” sebagai upaya memutus rantai pola asuh yang diturunkan dari generasi ke generasi, yang terkadang kurang cocok atau tidak sesuai dengan kebutuhan zaman.
Mengapa penting?
Sebab pola asuh anak yang saat ini kita jalani merupakan refleksi diri yang telah terbentuk dari masa lalu. Melalui buku ini, diharapkan kita dapat memahami betapa pentingnya mengasuh ulang (re-parenting) jiwa kecil kita, demi kebahagiaan diri dan anak-anak kita.
Bagaimana melakukan Re-Parenting Journey?
Untuk memperbaiki pola asuh anak saat ini, kita perlu berdamai terlebih dahulu dengan masa lalu untuk melangkah ke depan. Buku ini bisa menjadi terapis psikologi pribadi, sebab di dalamnya terdapat cerita yang mungkin relevan dengan keadaan atau masalah yang sedang dihadapi oleh pembaca. Cerita yang dibagikan di dalam buku ini dilengkapi dengan solusi yang bersumber dari ahli psikologi.
“Ketika jiwa kecil (inner child) merasa aman, dinding pertahanan perlahan turun. Mata dan hati pun mulai terbuka bahwa dengan menyembuhkan luka masa lalu, aku dapat menjadi ibu yang lebih damai untuk anakku.”
Nah, penasaran kan dengan Re-parenting Journey? Yuk membangun hubungan yang sehat dengan pasangan juga bertujuan untuk pengasuhan yang jauh lebih baik dan positif bagi anak. Ingin tahu lengkap lengkap seputar tema buku ini, ikuti pre-ordernya mulai hari ini 26 November – 11 Desember 2021, di link ini.
View this post on Instagram