Sehat dengan Makanan Tradisonal “Gatot” yang Tinggi Serat

Linda Mustika P.
Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Indonesia merupakan Negara yang kaya akan berbagai kuliner makanan dari Sabang sampai Merauke. Makanan yang disuguhkan dari berbagai daerah mempunyai rasa, ciri yang khas, terkadang makanan tersebut mempunyai suatu kemiripan tersendiri. Nama masakan dari berbagai daerah berbeda, tetapi ada yang mempunyai kesamaan bahan.

Makanan yang dimasak yang menjadi ciri khas daerah biasa dikenal dengan makanan tradisional. Makanan tradisional yang dikenal di daerah tertentu diolah dengan cara sendiri, mudah, murah, alatnya pun bisa dikatakan sangat sederhana. Bahan baku dari makanan tradisional yang diolah sendiri didapat dari daerah sekitar misalnya, singkong, ubi ungu, sorgum, jagung, beras ketan, dan masih banyak lagi. Resep makanannya pun diolah dengan resep khas daerah masing – masing. Makanan tradisional yang menjadi andalan daerahnya masing – masing ini mempunyai nama masakan yang lucu, bisa dikatakan aneh jika orang baru mendengarnya. Dari keanehan dan kelucuan nama masakan tersebut, orang menjadi penasaran untuk mencicipi makanan tersebut.

Makanan tradisonal yang bernuansa sederhana biasanya dimakan sebagai makanan pokok. Beberapa makanan tradisional hanya menjadi ciri khas saja. Tidak diragukan bila makanan tradisional ini juga mengandung gizi didalamnya. Sekarang ini, di era modernisasi makanan tradisional bisa dikatakan telah tersingkirkan oleh makanan gaya sekarang. Misalnya, burger, spaghetti, fried chicken, dan masih banyak lagi.

Masyarakat kadang berpendapat bahwa makanan tradisional tidak ada gizinya. Makanan tradisonal tidak menarik, hanya sebagai makanan khas saja. Padahal, semua makanan itu mengandung gizi tetapi tidak semua zat – zat gizi bisa terpenuhi dalam makanan tersebut.

Gatot sebagai Makanan Tradisional
    
Gatot merupakan makanan tradisional khas Gunung Kidul, Yogyakarta. Sebutan gatot, nampaknya sangat lucu jika orang lain baru saja mendengar. Gatot terbuat dari singkong. Singkong direbus kemudian dijemur, tidak sampai benar – benar kering. Namun, ada saja yang membiarkan singkong tersebut berubah warna sampai kehitaman. Singkong yang berubah menjadi kehitaman tersebut, dibersihkan. Lalu dicampurkan dengan kelapa parut dan ditambahkan dengan gula jawa. Kemudian dikukus sampai matang. Seperti itulah uraian singkat tentang pembuatan gatot.
    
Sebagian besar masyarakat di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta, mengkonsumsi gatot sebagai makanan pokok. Daerah yang notabenenya di daerah gunung, sehingga beras pun sangat mahal dan bias dikatakan sulit dijangkau, penduduk disana menggunakan singkong yang kemudian diolah menjadi gatot. Pengolahan gatot tersebut tak lepas dari fermentasi singkong sehingga berwarna kehitaman. Warna hitam tersebut akibat dari bakteri dan jamur pada singkong itu sendiri.
    
Makanan olahan singkong yang menjadi ciri khas di daerah Gunung Kidul ini tidak hanya digemari oleh masyarakat local saja, namun turis mancanegara pun tertarik untuk mencicipi gatot. Makanan tradisional ini mampu menarik para wisatawan yang berkunjung di Yogyakarta, khususnya Gunung Kidul.

Di era globalisasi seperti sekarang ini, dengan perkembangan berbagai teknologi industri maupun kedokteran yang telah mengalami kemajuan, ternyata gatot sebagai salah satu peninggalan kuliner dari masa ke masa dan maha karya tradisional nusantara masih bisa bertahan dalam keterhimpitan makanan – makanan yang lebih menarik hati dan selera masyarakat sekarang. Ditambah lagi dengan realita yang ada di kehidupan saat ini, terutama para remaja dan dewasa mulai agak mengesampingkan makanan tradisional terutama gatot.

Serat Tubuh

Serat makanan merupakan suatu komponen gizi yang harus dipenuhi jumlahnya agar tubuh dapat berfungsi dengan baik. Serat makanan biasanya dimakan dari sumber alami karena serat makanan selalu berada bersamaan dengan zat gizi lain dalam makanan. Salah satu sifat serat makanan adalah menyerap air dan cairan di sekelilingnya.

Serat makanan alangkah baiknya jika dikonsumsi berasal dari makanan alami bukan dari suplemen yang dikomersilkan. Jenis makanan yang dapat dijadikan sebagai sumber serat yaitu gandum, sorgum, singkong, jeruk, pisang, rumput laut, dan masih banyak lagi.

Manfaat serat makanan memang tidak berkaitan langsung dengan proses tumbuh kembang tubuh atau organ – organ tubuh. Keberadaan serat makanan dalam tubuh lebih berfungsi pada pemeliharaan kondisi sehat, terutama disepanjang saluran pensernaan. Meski demikian, serat makanan tidak langsung dapat membantu aktivitas organ – organ dalam tubuh untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Jika mengkonsumsi serat dalam jumlah yang sedikit, maka hal tersebut akan mengganggu gerakan peristaltic normal usus, menyebabkan tekstur sisa – sisa makanan yang keras dan padat sehingga sulit untuk dikeluarkan oleh usus besar.

 Jika kekurangan serat maka yang terjadi adalah menyebabkan gerakan peristaltic usus besar yang berlebihan. Gerakan yang dipaksakan mendorong timbulnya butir – butir  difertikula  di sepanjang daerah pita usus besar. Apabila infeksi difertikula ini terjadi, resiko yang ada  yaitu terjadinya perforasi (timbul lubang – lubang) di sepanjang bekas difertikula yang meletus di dinding usus besar tersebut.

Namun, kelebihan serat juga mengakibatkan tubuh menjadi kekurangan cairan. Fungsi serat yaitu seperti spoons, kemampuan untuk menyerap air dan cairan. Bila jumlah serat dalam tubuh terlalu banyak atau berlebihan maka yang terjadi adalah banyak sel – sel yang menyusut karena cairan selnya telah terserap keluar. Keadaan ini dapat mempengaruhi kondisi dinding saluran pencernaan dan dinding pembuluh darah yang dilewati dan yang bersinggungan langsung oleh serat, saluran dan pembuluh darah tersebut kedua-duanya tidak lentur lagi, menjadi keras, dan kaku. (Zulhaida, Lubis : 2009)

Jika hal tersebut terjadi, maka organ – organ dalam tubuh menjadi ikut terganggu, dan organ tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. sehingga, kita harus bijaksana dalam mengkonsumsi serat makanan. tidaklah berkurang dan tidaklah terlalu banyak, karena jika hal tersebut terjadi maka akan menimbulkan resiko yang sangat berbahaya bagi tubuh kita.

Gatot sebagai Makanan yang Tinggi Serat, Layakkah untuk Terus Digemari?

Kita sebagai masyarakat yang dapat menghargai makanan yang dibuat dari warisan leluhur, dengan menlestarikan makanan tradisional khususnya gatot yang semakin lama semakin meredup di kuliner nusantara ini. Dari hal yang paling kecil misalnya, menjadikannya sebagai makanan camilan yang sehat, kaya akan serat. Dengan cara seperti ini saja dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap gatot sebagai eksistensi makanan tradisional.

Gatot merupakan makanan yang diketahui mempunyai kandungan asam amino tinggi. Karena keberadaan kapang memproduksi asam amino dari bahan pati singkong. Pengolahan gatot dengan fermentasi inilah sehingga dari bakteri – yang ditumbuhkan menghasilkan protein yang tinggi.

Gatot merupakan bahan pangan dengan kandungan serat yang tinggi. Di dalam 100 gram gatot terkandung sekitar 4,2 gram serat pangan. (http://isagi.or.id/1/archives.html). Serat pangan yang cukup tinggi inilah, kita mampu mempertahankan eksistensi gatot sebagai makanan yang tinggi serat. Kita kembalikan lagi dengan fungsi serat bagi tubuh, bahwa serat mampu menyerap kolesterol yang terdapat pada tubuh, serat dapat mengikat kolesterol dan mengeluarkannya ke luar tubuh.

Peran serat untuk tubuh sangatlah penting untuk kesehatan kita. Untuk itu kita sebagai masyarakat generasi muda mampu mengembangkan dan melestarikan makanan tradisional khususnya gatot sebagai makanan yang tinggi serat. Makanan tradisional mempunyai potensi sebagai makanan fungsional yang berguna bagi kesehatan.

Daftar Pustaka
Lubis, Zulhaida. 2009. Hidup Sehat dengan Makanan Kaya Serat. Bogor: IPB Press
http://indohawaii.wordpress.com/2007/11/03/pengetahuan-lokal-makanan-tradisional-dan-ketahanan-pangan/
www.deptan.go.id/pesantren/bkp/pkp/potensi_makanan_tradisional.html
Thalita. 2010. Gatot The Heritage Food. Error! Hyperlink reference not valid.
http://isagi.or.id/1/archives.html

    

Related Post