Sementara itu, hijauan pakan ternak (HPT) hanya memungkinkan dilakukan di daerah-daerah yang masih jarang penduduknya atau di kawasan lahan marginal. Di daerah-daerah lain, pengembangan HPT harus berkompetisi dengan pengembangan tanaman ekonomis lainnya. Sedangkan, pengembangan sumber konsentrat juga harus berkompetisi dengan kebutuhan bahan pangan. Bahkan, pada masa mendatang pengembangan sumber pakan tersebut akan berkompetisi dengan pengembangan biofuel. Sebut saja jagung, gandum, ubi kayu, dan bahan pangan lainnya.
Melihat permasalahan di atas, pemanfaatan sumber-sumber pakan alternatif yang tidak berkompetisi dalam penggunaan areal lahan patut diperhitungkan. Pada tahun 1998, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah memperkenalkan pola usaha tani crop livestock system (CLS). Dalam pola ini diintroduksikan teknologi pemanfaatan jerami padi untuk pakan ternak sapi, domba, dan kerbau serta pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber pupuk tanaman pangan. Kini di beberapa daerah, jerami padi, tebon (sisa tanaman jagung yang sudah dipanen), dan limbah tanaman pangan lain telah banyak dimanfaatkan oleh para petani.
Sebenarnya, areal perkebunan merupakan sumber pakan yang sangat potensial. Bahkan, potensi limbah perkebunan lebih besar dan lebih beragam. Para petani kebun sejak dulu memanfaatkan hasil pemangkasan tanaman penaung kopi, kakao, atau vanili sebagai sumber HPT Begitu pula rumput-rumputan (gulma) yang tumbuh di antara tanaman utama.
Selain itu, tanaman perkebunan juga menghasilkan berbagai jenis limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan konsentrat (pakan penguat). Limbah tersebut di antaranya tetes tebu (molasses), bungkil kelapa, dan bungkil inti sawit. Namun, sebenarnya masih banyak jenis limbah perkebunan yang belum dimanfaatkan dan selama ini sebagian besar masih terbuang, seperti daging buah kopi, cangkang buah kakao, buah semu mete, biji kapuk, dan lumpur sawit.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui sentuhan teknologi maju, limbah-limbah tersebut dapat ditingkatkan nilai gizi dan nilai cernanya. Beberapa peneliti sejak tahun 1990-an telah mengkaji kemungkinan pemanfaatan limbah-limbah ini. Namun, sebagian masih bersifat scientific research atau sebatas riset.
Buku Membuat Pakan Ternak dari Limbah Perkebunan yang ditulis oleh Suprio Guntoro ini memuat teknologi dan inovasi baru terkait dengan pemanfaatan limbah perkebunan tersebut. Data dan informasi dalam buku ini tidak saja bersifat ilmiah, tetapi juga aplikatif, karena berdasarkan hasil penelitian dan kajian yang dilakukan oleh penulisnya selama 6 tahun bersama-sama dengan para petani di lapangan. Hasilnya, berbagai inovasi yang dikemukakan telah teruji di lapangan.
Buku ini dapat memberikan wawasan dan kesadaran bagi para pembaca, khususnya mereka yang berkecimpung dalam dunia pertanian atau sebagai pembina para petani, bahwa masih tersedia potensi yang cukup besar untuk mengantisipasi persoalan pakan yang pada masa mendatang semakin pelik. Dengan begitu, peternak bisa mendapatkan pakan ternak yang berkualitas baik secara mudah, bahkan bisa membuatnya sendiri melalui teknik pembuatan yang dibahas dalam buku ini.
Selamat mencoba!