Sukron Tajudin
Pendidikan Dokter Gigi, Universitas Gadjah Mada
Antioksidan secara sederhana merupakan suatu zat yang dapat memperlambat proses oksidasi. Sebagaimana kita tahu, tubuh kita tak pernah berhenti melakukan metabolisme. Dari sekian hasil metabolisme ini terdapat senyawa yang tidak stabil karena memiliki elektron yang tidak berpasangan. Senyawa yang dikenal dengan nama radikal bebas ini berpeluang untuk merusak sel dengan cara mengikat elektron dari protein lipida dan DNA sel dalam tubuh kita. Kondisi ini dapat menyebabkan arteriosklerosis, malaria, kanker, rheumatoid arthritis, penuaan dini, dan penyakit neurodegeneratif. Adapun antioksidan bekerja melalui berbagai jalur mekanisme yang pada akhirnya mampu memberikan pasangan elektron bagi radikal bebas sehingga relatif stabil.
Penuaan sejatinya bukanlah hal yang terlalu perlu dikhawatirkan karena merupakan rangkaian fisiologis dalam siklus hidup manusia. Namun bagi sebagian masyarakat yang risau kulitnya mengeriput terlalu dini, proses penuaan bisa menjadi suatu ancaman yang serius. Penuaan dini jelas dapat mengurangi performa kita di hadapan orang lain. Proses ini bahkan dapat mempengaruhi psikis seseorang hingga menghambat proses sosialisasi kita dalam bermasyarakat.
Orang-orang pun menjadi giat mengonsumsi antioksidan dengan harapan bisa memperlambat proses penuaan. Berbagai penelitian dilakukan untuk mengeksplorasi kandungan antioksidan dalam suatu makanan. Adapun syarat antioksidan yang aman untuk dikonsumsi oleh tubuh hendaknya tidak toksik, efektif pada konsentrasi rendah (0,01-0,02%), tersedia dengan harga cukup terjangkau, dan tahan terhadap proses pengolahan produk.
Banyak sekali zat yang telah dikenal sebagai antioksidan. Vitamin C, vitamin E, dan karotenoid dikenal sebagai antioksidan alami yang paling utama dalam banyak bahan pangan. Polifenol merupakan antioksidan yang banyak ditemukan dalam tumbuhan. Selain itu terdapat golongan alkaloid, flavonoid, saponin, kuinon, tanin, steroid, triterpenoid, dan lain-lain. Selain antioksidan alami, dikenal juga antioksidan sintetis. Antioksidan sintetis yang paling banyak ditemukan dalam makanan diantaranya hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), propyl gallate (PG) dan tert-butyl hydroquinone (TBHQ).
Untuk memperoleh antioksidan, sebenarnya kita tak perlu mengeluarkan banyak biaya. Antioksidan sudah bisa kita peroleh dengan mengonsumsi wortel, kacang, dan makanan sehari-hari lainnya. Bahkan, antioksidan telah diproduksi dalam tubuh manusia. Hanya saja, antioksidan endogen ini belum cukup untuk menyuplai kebutuhan tubuh dalam melawan radikal bebas.
Permasalahan yang muncul kemudian adalah adanya kandungan lemak dan minyak dalam sebagian besar makanan yang mengandung antioksidan. Lemak dan minyak dapat mengalami reaksi oksidasi. Kondisi ini dapat mengakibatkan bau dan rasa makanan yang tengik. Selain itu, terjadi penurunan kualitas dan penurunan standar keamanan makanan karena berpeluang besar menciptakan senyawa sekunder yang berpotensi toksik bagi tubuh. Pada tahap ini, fungsi dari antioksidan bagi jaringan dalam tubuh kemungkinan besar kurang efektif. Dan untungnya, hal ini masih bisa diatasi dengan penambahan antioksidan sintetis yang memiliki kelebihan dapat larut dalam minyak maupun air. Makanan pun bisa diterima oleh tubuh dan dapat dicerna dengan baik.
Namun demikian, tidak semua antioksidan sintetis bisa ditambahkan begitu saja dalam makanan. Antioksidan yang disintetis dari rempah-rempah dan tanaman herbal seperti Lavender dan Rosemary sebagian besar memiliki rasa yang khas dan dapat memodifikasi rasa makanan itu sendiri. Untuk memisahkan rasa tanaman herbal dari makanan pun membutuhkan rangkaian uji penelitian yang membutuhkan biaya. Hal ini menjadi kurang efektif dan efisien.
Salah satu bahan alternatif yang tengah digencar-gencarkan industri makanan dalam upaya mengeksplorasi kandungan antioksidan adalah tanaman. Beberapa tanaman dilaporkan mengandung antioksidan alami yang aman bagi tubuh manusia. Untuk mendapatkan antioksidan dari tanaman, diperlukan proses ekstraksi dan isolasi. Dari proses isolasi, akan didapat zat utama yang berfungsi sebagai antioksidan; polifenol. Selain polifenol, ditemukan juga kandungan antioksidan golongan fenol dan tanin.
Kandungan Antioksidan dalam Ampas Agroindustri
Dalam proses produksi suatu agroindustri, tentunya terdapat bahan residu atau ampas sebagai hasil samping dari produk yang dihasilkan. Ampas ini terkadang tak terlalu diperhatikan potensinya. Paradigma yang berkembang di masyarakat saat ini cenderung menganggap ampas sebagai bahan yang kurang atau bahkan tidak mempunyai nilai jual. Pihak industri juga kurang peka dengan upaya pemberdayaan ampas karena fokus utama tetaplah pada produksi bahan utama.
Padahal bila ditinjau lebih dalam, zat kimia yang terkandung dalam suatu bahan tidak akan hilang kecuali jika struktur kimianya rusak. Kemungkinan sebab pemanasan, proses fisik maupun kimiawi lainnya. Adapun yang terjadi dalam proses produksi tiap industri belum tentu demikian. Ada beberapa ampas dari produk agroindustri yang dilaporkan memiliki kandungan antioksidan, diantaranya kulit kentang, biji anggur, biji dan kulit jeruk, daun teh yang tua, serta ampas minyak dari jeruk dan kopi.
Berbagai macam ampas ini dapat dimanfaatkan oleh manusia setelah melalui proses ekstraksi dan isolasi terlebih dahulu. Kualitas antioksidan dalam ampas ini tergantung pada kualitas, masa panen, dan penyimpanan tanaman asalnya. Selain itu, faktor lingkungan, kondisi geografi, iklim, dan teknologi juga tak bisa dikesampingkan dalam menentukan kualitas antioksidan dari suatu ampas agroindustri.
Dalam melakukan rangkaian proses ekstraksi, isolasi, dan pengujian aktivitas antioksidan dari ampas, perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut.
Pertama, bahan pelarut untuk ekstraksi ampas dan isolasi antioksidan tidak boleh sembarangan dipilih. Etil asetat dan dietil eter merupakan pelarut pilihan yang dapat digunakan untuk mengekstraksi sekaligus mengisolasi antioksidan alami dengan kualitas yang tinggi. Semakin non-polar pelarutnya, kualitas antioksidan yang dihasilkan juga akan semakin tinggi.
Kedua, kondisi derajat keasaman (pH) dalam proses ekstraksi dan isolasi juga dapat mempengaruhi kualitas antioksidan. Pada kondisi basa, fraksi bahan yang mengandung asam lemak dan protein yang tinggi dapat larut dengan baik. Ini artinya, suasana pH dapat diatur menyesuaikan bahan yang akan diektraksi sehingga kualitas antioksidan yang diharapkan dapat tercapai.
ketiga, temperatur saat ekstraksi dan pengeringan juga perlu diperhatikan. Temperatur dapat mempengaruhi stabilitas senyawa berkaitan dengan struktur kimia dan degradasi enzimatik, hilangnya penguapan, serta dekomposisi termal. Oleh karena itu, perlu lebih cermat dalam mengatur temperatur dengan melihat spesifikasi ampas yang akan dicari kandungan antioksidannya. Sebagai contoh, dilaporkan terjadi penurunan aktivitas antioksidan sebesar 20% saat pembakaran ampas pada suhu 900 C untuk antioksidan golongan polifenol.
Setelah melalui rangkaian uji penelitian, didapatkan senyawa antioksidan dari ampas yang dapat digunakan untuk meningkatkan stabilitas makanan. Antioksidan ini bekerja dengan cara mencegah peroksidasi lemak dan melindungi sel dalam makhluk hidup dengan cara menangkap radikal bebas. Antioksidan alami dalam ampas ini memang memiliki kekuatan yang relatif lebih rendah dibandingkan antioksidan sintetis. Akan tetapi, pendayagunaan dan pemberdayaannya lebih longgar karena tidak dibatasi Undang-Undang.
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengidentifikasi seberapa besar potensi antioksidan yang bisa diperoleh dari ekstraksi ampas untuk varian produk agroindustri yang lainnya. Selain itu, perlu juga mengukur tingkat keamanan antioksidan tersebut bagi makhluk hidup terutama manusia. Metode ekstraksi, pemilihan bahan pelarut, serta pengaturan pH dan temperatur dalam rangkaian uji eksplorasi kandungan antioksidan dalam ampas juga perlu pertimbangan yang cermat mengingat tiap ampas memiliki spesifikasi yang berbeda-beda.
Dengan memanfaatkan kandungan antioksidan dalam ampas agroindustri, berarti kita telah ikut serta mendayagunakan bahan yang kurang memiliki nilai jual menjadi bahan yang sangat bermanfaat bagi manusia. Antioksidan harus dipahami sebagai zat yang multifungsi dan bukan sekadar sebagai antiaging. Antioksidan adalah bagian dari hak manusia untuk hidup sehat.
Sebagaimana kita tahu negara Indonesia ini masih banyak memiliki penduduk yang hidup di bawah garis kesejahteraan. Banyak dari mereka yang tidak mampu memperoleh makanan yang layak sesuai standar kehidupan, apalagi mendapatkan sayuran sehat dan buah-buahan segar. Ekstraksi antioksidan dari ampas ini bisa dikelola pemerintah untuk dialihkan pemanfaatannya bagi kesejahteraan orang miskin. Bukankah sehat adalah hak segala bangsa?
Daftar Pustaka:
Franco, Daniel et al. 2001. Natural Antioxidants from Residual Sources. Elsevier: Food Chemistry (72): 145-171
Anonim. 2012. Antioksidan http://id.wikipedia.org/wiki/Antioksidan diakses tanggal 18 Mei 2012