Sandy Ardiansyah
Antioksidan merupakan senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas. Ada 3 macam antioksidan yaitu Antioksidan yang dibuat oleh tubuh sendiri yang berupa enzim, antara lain : superoksida dismutase, glutathione peroxidase, perxidasi dan katalase, Antioksidan alami yang diperoleh dari tanaman atau hewan, yaitu tokoferol, vitamin C, beta karoten, flavonoid, dan senyawa fenolik dan Antioksidan sintetik yang dibuat dari bahan-bahan kimia yaitu Butylated Hiroxyanisole (BHA), BHT, TBHQ, PG, dan NDGA yang ditambahkan dalam makanan untuk mencegah kerusakan lemak.Dewasa ini, merebaknya penyakit degeneratif yang diakibatkan oleh pola konsumsi yang salah. Menyebarnya makanan-makanan cepat saji yang hanya tinggi lemak dapat mengakibatkan terjadi nya obesitas yang lambat laun akan meningkat menjadi sumber penyakit degeneratif lainnya.
Teh hijau merupakan salah satu tumbuhan yang memiliki antioksidan alami yang terkandung senyawa flavonoid disebut dengan katekin. Tingginya kandungan katekin pada teh hijau berperan sebagai antioksidan alami. Aktivitas polifenol maupun katekin ini berfungsi untuk mencegah radikal bebas sehingga dapat mengurangi kerusakan sel tubuh. Daya antioksidan komponen katekin lebih besar jika dibandingkan dengan vitamin C ataupun β-karoten.
Teh (Camelia sinensis) merupakan bahan minuman yang dibuat dari pucuk daun muda tanaman teh. Teh merupakan minuman yang dikonsumsi pada banyak negara dan di seluruh lapisan masyarakat. Tingkat produksi teh Indonesia tahun 2009 mencapai 120.000 ton per tahun atau memenuhi sekitar 5,8 persen kebutuhan dunia dengan luas kebun 148.000 hektar. Dari data ATI (Asosiasi Teh Indonesia), teh menyumbangkan devisa 110 juta dollar per tahun. Dari data ini, teh sebagai peranan komoditas dalam perekonomian di Indonesia yang cukup strategis.
Selain sebagai minuman yang menyegarkan, teh juga memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh. Seperti mencegah pertumbuhan kanker, menurunkan tekanan darah, mencegah karies gigi, dan lain-lain. Teh hijau merupakan hasil olahan pucuk daun teh tanpa melalui proses fermentasi. Pengolahannya dilakukan dengan cara menginaktifasi enzim polifenol oksidase yang terdapat pada pucuk daun teh segar, yaitu dengan pemanasan ataupun penguapan dengan uap panas. Adanya proses tersebut dapat mencegah terjadinya oksidasi enzimatik pada kandungan katekin teh.
Beraneka produk minuman berbasis teh hijau banyak dijumpai di pasaran dalam bentuk teh hijau celup, teh kering dalam kemasan dan produk teh hijau ready to drink (RTD). Keanekaragaman produk teh hijau ini merupakan langkah dalam mengantisipasi pasar yang masih luas ditambah lagi Indonesia memiliki perkebunan teh yang cukup luas.
Menurut Graham (1984); Van Steenis (1987) dan Tjitrosoepomo (1989) dalam Tuminah (2004), tanaman teh Camellia sinensis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Sub kelas : Dialypetalae
Ordo : Guttiferales
Familia : Camelliaceae
Genus : Camellia
Spesies : Camellia sinensis
Teh berasal dari kawasan India bagian Utara dan Cina Selatan. Terdapat dua kelompok varietas teh yang terkenal, yaitu Camellia sinensis var. assamica yang berasal dari Assam dan Camellia sinensis var. sinensis yang berasal dari Cina. Camellia sinensis var. assamica memiliki daun yang lebih besar dengan ujung runcing, sedangkan C. sinensis var. sinensis daunnya lebih kecil dan ujungnya sedikit tumpul. Teh hijau pada umumnya diolah dari Camellia sinensis var. sinensis. Pada jenis Assam (Camellia sinensis var. Assamica) mempunyai tingkat polifenol tinggi, sehingga rasa yang dihasilkan akan lebih sepat dan pahit (Cabrera, et al., 2006).
Teh hijau dibuat dengan cara pemanasan (pan-frying) atau pemberian uap panas (steaming) yang bertujuan untuk menginaktivasi polifenol oksidase. Tahapan pengolahan teh hijau yang baik dan benar terdiri dari pelayuan, penggulungan, pengeringan, dan sortasi kering. Cabrera, et al. (2006) menyatakan pula bahwa karakteristik proses pembuatan teh hijau terletak pada proses pemanasan awal yang dapat menginaktivasi enzim polifenol oksidase. Enzim ini berpengaruh terhadap perubahan flavanol pada daun teh menjadi senyawa polifenol pada teh hitam.
Ekstrak teh hijau memiliki potensi dalam skala besar jika diaplikasikan sebagai antioksidan alami. Aktivitas antioksidan katekin lebih tinggi daripada BHA dan α-tokoferol pada lemak babi dan minyak salad. Epigalokatekin galat (EGCG) juga menunjukkan hubungan yang sinergis dengan asam askorbat, α-tokoferol, asam sitrat dan asam tartara. Yang, et al. (2009) juga menyatakan bahwa sebanyak satu cup teh hijau, yaitu sekitar 2,5 gram teh yang diseduh dengan 250 ml air panas, mengandung 620 – 880 mg senyawa larut air, dimana sepertiga kandungannya merupakan katekin.
Sebagai bahan antioksidan manfaat teh hijau sangat beraneka ragam, salah satunya adalah untuk menurunkan berat badan, Penelitian yang dilakukan oleh Margriet et al (2005) yang dimuat di Jurnal Obesity Research pada 76 orang yang mengalami overweight dan diberi suplemen teh hijau (270 mg epigallocatechin Gallate) berupa 2 s/d 6 kapsul sebelum makan selama 4 minggu treatment dan 3 bulan pemeliharaan berat badan menunjukkan penurunan berat badan 5,9 kg dan dapat tetap mempertahankan berat badan pada masa pemeliharaan. Mekanisme penurunan berat badannya adalah melalui Thermogenesis dan fat oxidation. Disamping itu, sebuah penelitian baru yang dilakukan para ilmuwan Swiss menyimpulkan bahwa minum teh hijau dapat meningkatkan metabolisme tubuh sebanyak 4%. Metabolisme tubuh sangat berperan penting terhadap kesehatan dan daya tahan tubuh.
Oleh karena itu, teh hijau adalah sumber antioksidan alami yang hamper tidak mempunyai pengaruh akan efek samping yang ditimbulkannya. Meskipun demikian, kita harus tetap melihat pola konsumsi lainnya sehingga terjadi keseimbangan metabolisme yang sangat mempengaruhi kesehatan tubuh.
Referensi :
Anonymous. 2010. Les Differents Types de Thes. http://www.limousin-chine.org/pages/The/tprint.gif. Akses tanggal 28 Januari 2011.
Cabrera, C., R. Artacho, and R. Gimenéz. 2006. Beneficial Effect of Green Tea – A Review. J. American College of Nutrition. 25(2): 79 – 99.
Kumalaningsih, S. 2006. Antioksidan Alami: Penangkal Radikal Bebas. Trubus Agrisarana. Surabaya.
Madhavi, D. L., S. S. Deshpande, and D. K. Salunkhe. 1995. Food Antioxidant: Technological, Toxicological, and Health Perspectives. Marcel Dekker, Inc. New York.
Soraya, N. 2007. Sehat dan Cantik Berkat Teh Hijau. Penebar Swadaya. Jakarta.
Thomson, L. 2008. Tea and its Place in Jamaican Society. http://www.culinarydelightsblog.com/wp-content/uploads/2007/08/tea-plant3.jpg. Tanggal akses 28 Januari 2011.
Tuminah, S. 2004. Teh [Camellia sinensis O.K var. Assamica (Mast)] sebagai Salah Satu Sumber Antioksidan. Tinjauan kepustakaan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. No. 144: 52 – 54.
Yang, C. S., J. D. Lambert, and S. Sang. 2009. Antioxidative and Anti-carcinogenic Activities of Tea Polyphenols. Artikel Ilmiah. Arch Toxicol 83: 11 – 21.
http://www.goodpaste.com/2012/03/manfaat-teh-hijau-bagi-kesehatan.html. diakses pada 24 Mei 2012.