Pasalnya, kandungan tanah sangat berkaitan erat dengan produktivitas kelapa sawit. Kelapa sawit membutuhkan unsur hara dalam jumlah sangat besar. Begitu juga dengan keadaan iklim yang memiliki pengaruh besar terhadap proses asimilasi, pembentukan bunga, dan pembuahan. Misalnya saja, kelapa sawit membutuhkan curah hujan 2.000—2.500 mm/tahun dan penyinaran matahari minimum 6 jam/per hari.
Studi kelayakan mutlak diperlukan sebelum membuka lahan perkebunan kelapa sawit. Jika ditemukan karakteristik lahan yang kurang baik, Anda dapat memperbaikinya. Hal ini sebagaimana diuraikan di dalam buku “Budi Daya Kelapa Sawit di Berbagai Jenis Lahan”, halaman 108. Kualitas ini dapat ditentukan melalui empat kelas, yaitu kelas S1, S2, S3, dan kelas N1. Pengukurannya dikaji berdasarkan ketinggian, topografi, lereng, drainase, kedalaman, bahan organik, tekstur, pH, suhu, kelembapan, dan lain-lain.
Bagaimana dengan kondisi alam Indonesia pada umumnya? Apakah sangat ideal untuk ditanami kelapa sawit? Perlu disyukuri, Indonesia memiliki karakteristik tanah dan iklim yang ideal untuk bertanam kelapa sawit. Namun, secara spesifik, di beberapa daerah dan wilayah, karakteristik tanah yang ada harus mendapatkan perlakuan ekstra. Dari situ, Ir. Sunarko, M.Si menulis buku yang diberi judul “Budi Daya Kelapa Sawit di Berbagai Jenis Lahan” ini.
Buku ini akan memberikan petunjuknya secara lengkap dalam bertanam kelapa sawit di berbagai jenis lahan, seperti lahan gambut, lahan pasang surut, lahan tidur, dan lahan berpasir. Atas dasar kajian dan pengalamannya selama bertahun-tahun, penulis akan memandu Anda secara bertahap, mulai dari pengenalan kelapa sawit, persiapan, mengurus perizinan, pembibitan, penyesuaian lahan, perawatan, hingga pemanenan.