Keampuhan sirih merah dalam mengatasi aneka penyakit bukan hanya isapan jempol belaka. Banyak orang yang sudah membuktikannya, di antaranya dialami oleh Bambang Sudewo. Ia terserang penyakit diabetes mellitus, kolesterol, dan darah tinggi, dengan kadar gula darah turun-naik 275—350 mg/dl.
Ia telah mengonsumsi beberapa obat medis dan ramuan tradisional, tapi tidak juga bisa menormalkan kadar gulanya. Sementara itu, luka melepuh semakin bertambah. Luka kecil di betis yang awalnya berbentuk bintik seperti gigitan nyamuk dengan cepat melebar dan sulit kering. Ia merasakan perih dan gatal.
Kulit bagian luar mengelupas sampai terlihat daging putih. Luka ini bertambah di bagian perut. Penasaran dengan rasa pahitnya daun sirih merah yang ditanamnya yang ia temukan di sebuah desa di lereng gunung Merapi. Ia pun mencoba merebusnya sebanyak tiga lembar dan meminum air rebusannya.
Selama dua minggu meminumnya, keluhan dan rasa gatal dan perih pun hilang sama sekali. Beberapa luka di tubuhnya mengering dalam waktu tiga minggu. Keluhan darah tinggi dan kolesterolnya juga mulai membaik. Setelah diperiksakan, ternyata kadarnya gulanya menurun secara signifikan, di bawah 160 mg/dl. Keluhan fisik, seperti lemah, mata kabur, gusi berdarah, kencing yang berlebihan, rasa haus, dan sulit tidur berangsur-angsur hilang.
Beberapa temannya datang dengan keluhan yang sama, diabetes. Bahkan, ada yang lebih parah, kedua kakinya membusuk dan nyaris diamputasi. Setelah diberi resep kapsul Ekstrak Sirih Merah, dalam empat minggu, luka membusuknya mulai kering. Sejak saat itu, banyak pasien yang datang meminta ramuan sirih merah kepadanya.
Dari sinilah ia memiliki inisiatif untuk berbagai ilmu kepada orang-orang yang membutuhkan pengobatan, yaitu dengan menyusun buku “Basmi Penyakit dengan Sirih Merah”. Mas Dewo, panggilan akrabnya, memberikan resep-resep pengobatan berbagai penyakit dengan ramuan sirih merah.
Di dalam buku terbitan AgroMedia Pustaka ini dibuka dengan kesaksian-kesaksian para pasien yang telah mengalami kesembuhan secara menakjubkan serta pendapat para pakar, herbalis, dan tokoh masyarakat tentang sirih merah. Kemudian dilanjutkan, seputar pengenalan sirih merah, membuat ramuan-ramuan sirih merah untuk membasmi aneka penyakit, teknik penanaman dan perawatan sirih merah, hingga pemanenan.
Berikut ini penuturan seorang pasien diabetes yang sudah mendapat vonis amputasi dari dokter.
Ny. Lestari Laras Yekti Sukobaru Hardiati atau L.L.Y.S. Hardiati dan biasa dipanggil Bu Lis menyadari betul kalau suatu saat dirinya bakal mengidap penyakit diabetes. Karena secara garis keturunan, ibu dan neneknya menderita diabetes. Ternyata, prediksinya itu benar. Pada usianya yang ke-40, kadar gula darah Bu Lis mencapai angka di atas 500 mg/dI. Namun, dia tidak merasakan apa-apa karena masih sibuk bekerja.
Persoalan muncul ketika akan pensiun. Di payudara sebelah kiri muncul benjolan kecil. Selama dua tahun, benjolan itu tidak berubah, tetapi lama-kelamaan jadi membesar (terakhir sebesar telur angsa). Ketika diperiksa di laboratorium, ternyata ukurannya sudah lima kali di atas ambang batas. Akhirnya, dia pun harus menjalani operasi pengangkatan payudara. Namun, sebelum dioperasi, Bu Lis harus menurunkan dulu kadar gula darahnya.
Pascaoperasi, gula darah Bu Lis agak terkontrol dengan minum Glibenclamide dan Metformin. Namun, rasa kebal di telapak kaki semakin meluas, sehingga Bu Lis sering jalan kaki tanpa memakai alas kaki. Kebiasaan ini menyebabkan luka kecil di samping telapak kaki kirinya. Lama-kelamaan, luka kecil itu membengkak dan bernanah (gangreng). Lukanya diobati dengan Nebacetin bubuk dan salep. Sementara itu, penyakit diabetesnya tetap diobati dengan obat kimia yang dikombinasikan dengan obat tradisional berupa rebusan kulit kayu jamblang dan minyak buah merah.
Kondisi kesehatan Bu Lis belum juga membaik. Malahan, Bu Lis hanya bisa tiduran. Antibiotik yang diminumnya pun tidak dapat membantu. Akhirnya, keluarga Bu Lis memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit. Akhir Mei Bu Lis masuk rumah sakit dengan kadar gula darah di atas 450 mg/dI dan jempol kaki menghitam. Di UGD, keluarga Bu Lis diminta untuk menandatangani surat persetujuan operasi pemotongan kaki atau amputasi. Jelas, mereka menolak. Akhirnya, Bu Lis masuk ke ruang perawatan dan mendapat transfusi darah sebanyak delapan pak ditambah albumin.
Pada tanggal 1 Juni 2005, suami Bu Lis membeli sebuah majalah yang sering mengupas masalah tanaman obat. Di majalah itu ada satu artikel yang berjudul “Sirih Merah Tolak Amputasi”. Otomatis, suami Bu Lis merasa mendapat petunjuk. Dengan perasaan senang, dia menunjukkan artikel itu kepada istri tercintanya.
Dari artikel itu keluarga Bu Lis memperoleh informasi tentang tempat membeli sirih merah. Akhirnya, keluarga Ku Lis menelepon penulis dan minta dikirim kapsul Ekstrak Sirih Merah. Setelah memperoleh kapsul tersebut, Bu Lis meminumnya 2 x 2 kapsul/hari. Sehari setelah minum kapsul itu, Bu Lis merasa kesakitan dan perbannya menjadi basah. Suami Bu Lis penasaran, mengapa keadaan istrinya jadi begitu? Dia membaca kembali artikel di majalah itu dan ternyata kejadiannya sama dengan informasi yang ditulis di majalah itu. Jadi, perbannya harus sering diganti.
Setelah dua minggu meminum kapsul Ekstrak Sirih Merah, kondisi kesehatan Bu Lis mulai membaik. Perkembangannya cukup cepat hingga perawat di rumah sakit pun keheranan. Mereka menanyakan obat apa yang diminum Bu Lis selain obat dari rumah sakit. Namun, dokter yang merawat Bu Lis tetap menyarankan untuk melakukan amputasi di bawah lutut. Pihak keluarga Bu Lis tetap ngotot tidak mau. Setelah Bu Lis bisa duduk, pihak keluarga minta pulang, walaupun dengan memaksa. Sebelum pulang, perawat dan dokter menganjurkan untuk mengobati lukanya dengan madu.
Sepulang dari rumah sakit, Bu Lis sempat berobat ke Gleneagles Siloam Lippo Karawaci. Dokter tulang di sana pun menganjurkan kaki Bu Lis diamputasi. Namun, pihak keluarganya minta alternatif lain. Dokter pun memberi alternatif agar Bu Lis diopname selama 21 hari dan harus diberi infus antibiotik, tetapi tidak menjamin kesembuhannya.
Sepulang dari Gleneagles Siloam, Bu Lis dan keluarganya memutuskan untuk menyingkirkan semua obat kimia yang diberikan pihak rumah sakit. Pengobatan pun diganti dengan ramuan sirih merah dan VCO (virgin coconut oil). Berkat ramuan ini luka di kaki Bu Lis sudah 95% sembuh dan kadar gula darahnya pun sudah turun hingga 135 mg/dl.
Allah SWT telah menciptakan sesuatu di dunia ini berpasangan. Ada siang, ada malam. Ada perempuan, ada laki-laki. Ada sakit, ada sembuh. Begitu juga dengan penyakit. Kalau Allah SWT menciptakan suatu penyakit, pasti Allah SWT juga menciptakan sesuatu sebagai obatnya. Karena itu, jangan merasa putus asa dan tetap optimis untuk sembuh.